Sekapur Sirih di Lembah Hijau
Awal
mula saya pindah ke kediaman saat ini, Lembah Hijau, Lippo Cikarang Bekasi di
tahun 2007 terasa sepiii sekali. Maklum, asal saya dari Kota Bogor, meski kecil, Bogor
sudah seperti miniature Jakarta dan Bandung. Outlet-outlet fesyen bertebaran di
mana-mana, ditambah café, dari café sekelas café-café di daerah Kemang Jakarta
sampai Café tenda yang varian menunya juga tidak kalah menggoyang lidah.
Beberapa tahun terakhir bahkan diramaikan juga dengan kehadiran Mal seperti
Botani Square- ex área kompleks kampus IPB Baranangsiang- Ekalokasari Plaza di
Sukasari yang sudah di upgrade penampakannya, dan terbaru Cibinong City Mal
yang konon kita bisa menonton film dengan fasilitas XXI harga Ramayana.
Nyatanya yang paling membuat hati
terasa sepiii sekali bukan hanya karena fasilitas di daerah Cikarang ini tidak
bisa dibandingkan dengan kota kelahiran saya itu, tetapi karena sanak saudara,
sahabat dan banyaaaaak sekali memori tertinggal di Bogor. Belum lagi dengan
lingkungannya yang masih hijau royo-royo, tidak sulit menemukan pohon usia
ratusan tahun di sepanjang jalan kota Bogor, menoreh kenangan yang teramat
indah mengingat banyak adegan dalam hidup kita dengan background lingkungan
yang asri itu…
Tidak berlebihan sepertinya kalau ada istilah…Sejauh-jauhnya
orang Bogor merantau pasti akan kembali lagi menetap di Bogor. Untuk hal ini,
saya sampai “menyalahkan” keberadaan Kebun Raya dan berbagai penghuninya yang
seolah “mengikat” penduduknya untuk selalu bermukim di sekitarnya, hehehe..…tentu
ini kesimpulan absurd. Kesimpulan metafisika yang masih mungkin diterima adalah…betapa
15.000 varietas tanaman di Kebun Raya yang seluas 87 hektar itu memancarkan
gelombang vibrasi positif yang sangat kuat yang telah diserap oleh penduduknya.
Ada seorang figur yang mengatakan, profesi paling beruntung adalah tukang
tanaman, sudahlah menghasilkan uang dari dagangannya, sehari-hari juga menyerap
vibrasi positif yang tak habis-habisnya dari tanaman-tanamannya tersebut. Jadi
sudah semestinya, tinggal di Bogor itu menghasilkan hati yang sejuk dan
perangai yang adem di diri para penduduknya…(semoga)
Kembali lagi ke Lembah Hijau
tempat kediaman saya saat ini, Alhamdulillah dari judulnya saja masih ada kata “Hijau”J dan
nyatanya memang di perumahan Lippo Cikarang ini mungkin kalau dilihat dari
Google Map adalah kawasan paling hijau se-Cikarang. Maklum, Daerah Cikarang dan
tetangga-tetangganya, terbentang sejak Cibitung hingga ke Kota Karawang,
Purwakarta adalah daerah kembangan industri Multinasional. Jadi kalau di Bogor
mudah kita mencari pohon berusia ratusan tahun, di sini mudah kita menemukan
ratusan bus jemputan karyawan pabrik dan ratusan alat angkut berat seperti
kontainer, truk, bahkan forklift (!) wara wiri di jalan raya. Belum lagi
ditambah berbagai kawasan industri bertebaran di segala penjuru, membuat
semakin marak saja berbagai senyawa kimia yang tersebar di udara, air dan tanah.
Alhamdulillah, karena banyak pabrik besar yang sudah memperhatikan AMDAL
(Analisis Dampak Lingkungan), maka polusi akibat aktivitas produksi pun
diminimalisir. Tapi sih, bagi warga
asli, eh mantan warga asli Bogor mah masih
terasa beda sangat. Syukurnya saya tinggal di perumahan yang sadar lokasi,
sehingga komitmennya mewujudkan lingkungan yang hijau sedikit banyak membantu
saya dan segenap penduduknya lebih merasa geunah
bermukim di sini.
Dan sebagaimana umumnya kemampuan keluarga
menengah dalam memiliki rumah di tengah harga properti yang angka jualnya sudah
melambung melampaui akal sehat, dan membuat mata juling ini, rumah kami pun
memiliki lahan terbatas untuk bercocok tanam. Maka pintar-pintarlah kita
bercocok tanam dalam media pot atau tanaman rambat, asal jangan sampai merambat
ke rumah tetangga yang hanya dibatasi satu tembok itu. Semuanya adalah demi
mewujudkan udara yang lebih bersih, gelombang vibrasi positif yang lebih
banyak, dan tentunya….background lingkungan untuk memori-memori indah yang akan
diukir dalam keseharian di sini, prikitieew! hehehe…Dan bagi Muslim seperti saya, ganjaran pahala menanam
pohon pun ternyata disabdakan pula oleh junjungan kita tercinta Rasulullah
Salawlahuallaihi wassalam.. :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]
Rasanya, kalau sudah banyak lahan
terbuka hijau yang dikembangkan di daerah bermukim saya, kota sejuta harapan, Cikarang,
sudah tidak perlu-perlu amat lah
adanya mal-mal, café-café dibangun di sekitar sini. Bercermin dari Kota Bandung
yang dipimpin Sang Mayor Ridwan Kamil
dan Kota Surabaya yang digawangi Ibu Risma yang konon adalah “maniak taman”
sehingga dengan tangan dingin mereka munculah berbagai Taman kota yang asri,
multifungsi dan memperindah wajah kota yang dipimpinnya. Agaknya patut sekali
ibu Bupati Cikarang, Ibu Hj. Neneng Hasanah mencontoh beliau beliau ini. Karena
saya yakin cerobong asap pabrik yang banyak tegak berdiri di Cikarang ini sudah
seharusnya diimbangi dengan tegak berdirinya batang-batang pohon sebagai
penghasil oksigen dan akarnya yang mampu menjernihkan air dan tanah.
Menilik kembali sepinya hati ini
meninggalkan kota kelahiran, rasa-rasanya mulai bisa terkikis dengan melihat
hijau royo-royonya tanaman di pekarangan dan lingkungan perumahan saya,
terjalinnya persahabatan yang erat dengan tetangga dan kolega di sini
mengingatkan kembali dengan apa yang dulu sudah saya miliki di Bogor. Bagaimana
dengan Mal dan Café? Agaknya menjadi tak pentinglah itu….. J
Bogor bukan kota kelahiranku... tp tempat rantauan ortuku untuk mencari nafkah dan tempat tinggal kami2 anak2nya dr kecil. Bgr jd tujuan weekend saya yg hrs pindah dr bgr ke ibukota setelah berkeluarga. Skrg bgr tdk sesejuk waktu saya msh kecil. Jl. Ahmad Yani yg ditumbuhi pohon2 tua, skrg sdh mulai terusik entah krn memang sdh waktunya mati atau memang keinginan manusia yg ingin memperuas parkirannya untuk cafe atau hotel2 yg mulai berjejer. Jl. Baru yg dulunya msh banyak sawah2 di pinggir jalannya skrg sdh berubah menjadi ruko2 dan restoran. Jalanannya menjadi sejuk krn ada jalan layang di atasnya. Bersyukur atau kufur yah...
BalasHapusBetuul banget..mulai panas yah "hawa"nya..dgn banyak mal.cafe..fo..dan plat B berseliweran tiap wiken mwuaccet dimanamana...bogor yg dulu tuh..adem..sejuk..sepi..makanya berusaha menghadirkan suasana "bogor tempo dulu" aja di rumah masing2 dgn rerimbunan pohon dan keramahtamahan kita sbg penguninya...
BalasHapus